Indonesia Membangun PLTN. Mungkinkah?
Guna mendukung pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Semenanjung Muria Jawa Tengah 2016 maka dibuatlah 3 unit reaktor riset, yang salah satunya adalah Reaktor RSG-GAS di Serpong. Dua kegiatan utama dalam Reaktor RSG-GAS tersebut adalah Manajemen Teras dan Fisika Reaktor.Di balik kesuksesan dua kegiatan utama tersebut ada sosok Surian Pinem, yang hari ini (20/4) dikukuhkan menjadi Profesor Riset Bidang Fisika Reaktor Nukir bersama 2 peneliti Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) di Gedung BATAN, Jakarta (20/4).
"Optimasi reaktor RSG-GAS, merupakan modal dasar untuk menuju pada pemahaman dan penguasaan teknologi desain dan keselamatan teras reaktor PLTN pertama di Indonesia," kata Surian saat orasi ilmiahnya yang berjudul Litbang Manajemen Teras dan Fisika Reaktor RSG-GAS untuk Mendukung PLTN Pertama di Indonesia.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa tujuan manajemen teras adalah membentuk konfigurasi teras berikutnya yang aman dan mewakili tujuan desain, seperti reaktifitas lebih yang cukup untuk satu siklus operasi. Sedangkan kegiatan litbang fisika reaktor meliputi faktor perlipatan efektif, nilai reaktifitas, batang kendali, fluks dan spektrum neutron, dan parameter kinetik.
"Dengan demikian, perhitungan fisika reaktor dan manajemen teras memegang peranan yang sangat penting dalam pengoperasian reaktor nuklir yang aman dan handal. Keduanya bisa dikatakan jiwa dari keselamatan teras reaktor nuklir," kata Surian.
Dengan pengukuhan ini Surian yang menjadi orang 261 dalam Komunitas Peneliti Nasional dan Profesor Peneliti ke-39 di BATAN. Dua peneliti BATAN lain yang juga dikukuhkan sebagai Profesor Riset adalah Sugiarto Danu di bidang Polimerisasi sebagai orang ke-260 dan 38 dan Sigit untuk Bidang Teknik Kimia urutan ke-262 dan 40. Mereka dikukuhkan oleh Kepala LIPI selaku Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset Umar Anggoro Jeni.
BATAN Jamin PLTN Aman |
Badan
Tenaga Nuklir Nasional menjamin keamanan pembangkit listrik tenaga
nuklir atau PLTN, yang menurut rencana akan dibangun di Muria, Jawa
Tengah. Sistem keamanan yang digunakan adalah konsep pertahanan mendalam atau defense in depth, yaitu mencegah dan mendeteksi secara dini adanya kecelakaan agar tidak terjadi lepasan radioaktif. "Segala persyaratan untuk menjamin keselamatan PLTN tertuang dalam laporan analisis keselamatan. PLTN yang akan dipakai di Indonesia harus aman, dan pasti akan aman," kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Hudi Hastowo seusai acara perayaan Hari Ulang Tahun Ke-49 Batan, Rabu (5/12) di Jakarta. Cara menjaga radioaktif agar tidak terlepas ke lingkungan adalah dengan sistem pertahanan berlapis sebagai upaya pertahanan mendalam. Mulai dari bangunan yang dibangun berlapis, matriks bahan bakar, kelongsong, sistem pendingin, bejana reaktor, hingga lapisan paling luar, yaitu pengungkung. Setelah memasuki generasi III, sistem keselamatan mengandalkan konsep human machine interface, yaitu sistem keselamatan yang otomatis. "Misalnya ketika terjadi gempa, kebakaran, atau ledakan, secara otomatis reaktor akan mati sehingga keamanannya terjamin," ujarnya.
Resiko terlalu besar
Ketua Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan Budi Sudarsono mengatakan, Pemerintah Indonesia masih belum menentukan limbah radioaktif yang disimpan akan diolah kembali atau hanya ditimbun sampai tak aktif lagi. Jika alternatif kedua yang ditempuh, berarti membutuhkan waktu hingga 40 tahun. Sementara itu, pengampanye tambang dan energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Pius Ginting, menyampaikan, walaupun PLTN dinilai aman, risiko atau kerugian PLTN tetap lebih besar. Pius mencontohkan, PLTN lebih boros air 35-80 persen ketimbang pembangkit listrik lain, angkanya dalam satu tahun mencapai jutaan liter. Ketika air yang telah digunakan dibuang ke laut, suhu yang tinggi dapat mengganggu ekosistem air. Terhadap lingkungan, PLTN juga tidak memiliki andil pengurangan emisi yang signifikan. Dari sekitar 400 PLTN yang ada di dunia, jika jumlahnya dikalikan dua, hal itu hanya mengurangi efek gas rumah kaca 5 persen. Secara ekonomi, nuklir justru membutuhkan dana lebih besar daripada energi terbarukan lain, seperti tenaga surya, angin, atau biofuel. Cadangan uranium di permukaan hanya bisa digunakan dalam jangka waktu 50 tahun, selebihnya harus menggali lebih dalam lagi yang berarti membutuhkan dana lebih besar. Sumber : Kompas |
http://www.alpensteel.com/article/54-111-energi-nuklir-pltn/977--pltn-dibangun-di-indonesia-mungkinkah-.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar